SATU
Kanaya merasa senang betul karena hari ini dia baru saja mendapatkan nilai yang menurutnya itu jarang sekali diperoleh. Ya, matematika. Bukan karena gurunya yang membuat moodnya menjadi jelek, tapi memang di pelajaran matematika dia sering sekali tidak teliti. Kalau ulangan matematika Kanaya selalu memerikasanya beberapa kali agar tidak terjadi kesalahan. Pernah ia memeriksanya sampai 5 kali, saking takutnya ia kalau ada kesalahan. Yang membuatnya tidak mengerti saat dia ingin mengerjakan ulangan matematika, tangannya menjadi dingin, gemetar, deg-degan, dan nervous abis. Dia memang agak tertekan kalau ingin mengerjakan soal-soal matematika. Padahal ia sering kali diperingatkan dan berulang-ulang dinasehati Mamanya untuk selalu releks dan tak usah memikirkan dengan hasilnya. Saking tertekan dan grogi saat mengerjakan soal Kanaya sering mengalami otaknya menjadi blank. Mau mengerjakan soal tapi tiba-tiba dia sudah lupa sama caranya yang baru aja diajarkan Bu Hesti waktu itu. Baru 20 menit mengerjakan soal matematika, badan Kanaya sudah basah karena keringat dinginnya. Lebih-lebih wajahnya penuh dengan keringat dingin. Tak jarang gurunya pun selalu menanyakan keadaan Kanaya. Bu Hesti, guru matematika kelas 10 C yang baik dan perhatian itu selalu menganjurkan Kanaya untuk selalu sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah, karena pelajaran matematika ada di jam pertama.
Teman-teman Kanaya heran dengan nilai Kanaya yang cukup baik bahkan paling baik diantara teman-temannya. Tapi, mereka tak mempunyai pikiran negative dengan Kanaya. Nyontek?? Kanaya selalu percaya diri dengan apa yang dijawabnya. Sudah hampir 2 bulan Kanaya sekolah di SMA Harapan Bangsa, yang disebut-sebut sebagai sekolah favorit, baru hari ini baru kali ini memdapat nilai yang sangat memuaskan.
Bel pulang sekolah …
“ Naya Naya tunggu! Wait me, please! “ ucap Denata dari arah belakang Kanaya yang berbicara ke Inggris-Inggrisan sambil berlari kecil mengejar Kanaya yang jalan agak cepat.
“ Berapa nilai mat lo? “ tanya Denata sambil memegang kertas ulangan matematika yang baru saja dibagikan Bu Hesti.
Denata melihat ada kesenangan yang tak biasa dari wajah seatmatenya dan sahabatnya itu. Denata mecoba menebak apa yang membuat seatmatenya itu senyum-senyum sendiri dan kadang kali bersiul kecil sambil menggenggam kertas hasil ulangan matematikanya itu.
“ Aha! Pasti nilainya oke! “ tebak Denata dalam hati sambil melihat sekilas tangan Kanaya menggenggam kertas ulangan yang biasanya selalu dimasukkan kedalam tas jika nilainya ambles.
“ Alhamdulillah, Den! Muahh!! Kemana aja tadi lo? Kok pas dibagiin hasilnya lo malah ngacir? “ seru Kanaya sembari mencium kertas ulangan dan melipat tangannya yang menggenggam kertas ulangan.
“ Emang nilai lo berapa gitu? Nggak dapet 6 atau 7 lagi kan? Woi, tadi gue ke toilet, kebelet banget! “ tanya Denata dengan nada mengejek sedikit ditambah dengan gayanya yang menyepelekan.
“ Dapet 93, keren kan? Lo dapet berapa gitu? Ini hasil jerih payah gue seharian kemarin di kamar sendiri. Ngerjain soal-soal latihan yang dikasih sama guru privat gue. Hhmm… dan ternyata soalnya banyak yang keluar. Hahahhaa… “ puji Kanaya pada dirinya sendiri karena usaha yang dia lakukan kemarin telah membuahkan hasil yang sangat tidak disangka-sangkanya itu.
“ Gue dapet 83. Ya, lumayanlah. Kan dari dulu nilai gue sekitar 80an! “
Denata cengar-cengir sendiri. Kayak orang lagi kasmaran.
“ Heh, napa lo? Halo-halo? Are you okay? “ tanya Kanaya khawatir sambil melambai-lambaikan tangan kanannya di depan wajah sahabatnya itu.
“ Emm … Apa? Enggak kok. Nggak apa-apa. Nggak penting. Cabut yups! “ ajak Denata sambil menggandeng tangan Kanaya meninggalkan SMA Harapan Bangsa dengan wajah yang masih senyum-senyum.
Pulang sekolah Kanaya mengajak Denata makan mie ayam di kedai milik Pak Darman untuk merayakan keberhasilan Kanaya karena telah sukses mendapatkan nilai yang jarang diperolehnya itu. Pak Darman sudah delapan tahun lebih membuka usaha mie ayamnya, malah sekarang saja Pak Darman sudah membuka cabang mie ayamnya yang ia beri nama “Mie Ayam RIYA” itu di 8 tempat yang masih di wilayah Jakarta. Tapi Kanaya lebih suka “Mie Ayam RIYA” yang sering ia beli karena dekat dengan sekolahnya dan tak perlu naik angkutan lagi untuk ke tempat itu. Kanaya sudah hampir 5 tahun berlangganan mie ayam Pak Damar, dan sampai saat ini pun ia tak bosan-bosannya membeli mie ayam itu 3 kali dalam seminggu. Kanaya juga sering makan disini untuk menghilangakan stress dan lapar kalau sehabis bergelut dengan soal matematika. Apalagi sehabis tempatnya direnovasi sebulan yang lalu, Kanaya semakin ingin setiap hari membeli mie ayamnya Pak Darman. Kedainya menjadi lebih bagus dan coraknya menjadi lebih enak untuk dilihat dan membuat nafsu makan pembelinya menjadi bertambah. Dan kini tempatnya pun dibuat menjadi 2 lantai agar para pelanggan dan pembeli tidak merasa kesempitan lagi. Kini tempatnya menjadi cukup luas ditambah dengan parking areanya yang disediakan oleh kedainya Pak Darman. Pelayannya juga ditambah beberapa orang yang tadinya hanya 2 orang menjadi 5 orang. Selain suka sekali sama mie ayam Kanaya juga suka dengan rasanya. Apalagi menunya complete banget. Ada mie ayam bakwan, mie ayam kornet, mie ayam sapi bakar, mie ayam cina, mie ayam bakso kotak, mie ayam bakar, dan mie ayam RIYA.
Kanaya hampir 2 minggu tidak makan mie ayamnya Pak Darman karena uang jajannya dikumpulkan untuk membayarkan cicilan t-shirt class. Sudah rasanya ingin cepat-cepat melangkah masuk ke dalam kedai yang terpampang jelas di paling depan kedainya “ Mie Ayam RIYA “. Kanaya tersenyum lebar karena sebentar lagi sudah sampai di depan kedai mie ayam.
“ Mie Ayam RIYA? Sejak kapan Pak Darman ganti nama mie ayamnya? Aneh-aneh aja. “ pikir Kanaya yang tak begitu terpengaruh dengan nama baru makanan favoritnya itu.
“ Lo, kok Kak Yogi nggak ada sih? Biasanya pas aku datang dia ngasih senyum persahabatannya sama aku. Kemana sih dia? “ gerutu Kanaya dalam hati merindukan sosok Yogi yang sudah dianggapnya sebagai sahabat dan kakaknya itu.
“ Ayo buruan Den! Gue udah laper berat nih! “ ajak Kanaya sambil menarik tangan Denata dan melangkah lebih cepat dan membuat Denata agak heran.
“ Santai dong Nay. Gue belum pernah makan di tempat ini. Tempat apaan sih ini? Kirain gue mau makan di PH.. “ sahut Denata dengan nada pura-pura kecewa karena ia mengira kalau Kanaya akan mengajaknya makan di PH.
“ Ah, lo ini. Katrok banget sih. Ini kedai mie ayamnya Pak Darman. Enak banget loh. Gue udah 5 tahun jadi pelanggan disini. Rasa mie ayamnya gila… hhhmmm… lo pasti ketagihan deh Den! “ jelas Kanaya panjang kali lebar pada Denata sekaligus mempromosikan mie ayam langganannya agar kalau Denata suka, Denata bisa jadi teman makannya di “Mie Ayam RIYA” besok-besok lagi.
Kanaya celingak celinguk mencari sosok Kak Yogi. Koki berdarah Jawa yang selalu membuatnya tertawa karena leluconnya. Umurnya sekitar 18 tahunan. Senyumnya manis ditambah dengan gigi sungging dan lesung pipitnya yang membuat orang jadi melting plus jadi klepek-klepek. Orangnya ramah sama semua orang dan penyayang anak kecil. Entah apa yang membuat Yogi menjadi seorang koki Mie Ayam. Walaupun kerjanya baru 2 bulan tapi Kanaya sudah sangat akrab dengannya. Walaupun selama ini Kanaya enggan menanyakan alasan Kak Yogi bekerja sebagai koki sementara menggantikan koki sebelumnya yang sedang izin dahulu. Selama pertemuannya pun Kanaya tidak pernah bertanya tentang asal-usul dirinya. Bahkan nomor handphonenya pun Kanaya belum memilikinya. Mungkin saking serunya kali ngobrol sama Yogi, Kanaya selama ini jadi lupa untuk menanyakan hal itu padanya. Yang mereka obrolkan tentang lelucon konyol dan kejadian lucu di sekolah Kanaya. Meskipun dilihat dari tampangnya yang manis, Yogi ternyata sangat pintar dalam meracik bumbu-bumbu untuk membuat mie ayamnya. Kanaya pun kadang merasa malu dengan Yogi karena seorang laki-laki saja bisa memasak, masa perempuan yang nantinya akan merasakan memasak di dapur nggak bisa?
Kanaya mencari ke sudut ruangan, ke depan kedai tapi Mas Yogi tidak muncul juga. Kanaya juga sampai mencari Yogi ke tempat cuci piring, tapi nihil. Biasanya kalau Kanaya sudah sampai di depan kedai, Mas Yogi sudah memasang muka ramah dan tersenyum lebar. Tapi sekarang tidak ada muka ramah yang selalu menyambut Kanaya sambil mengerjakan profesinya sebagai koki.
“ Kemana sih Mas Yogi? “ batin Kanaya karena ia sangat rindu dengan tawa dan leluconnya Mas Wawan.
Tiba-tiba ada cowok seusia Mas Yogi yang datang menghampiri Kanaya, yang sejak tadi Kanaya celingak-celinguk kebingungan nggak jelas di tempat yang cukup ramai pembelinya itu. Cowok itu menghampiri Kanaya pelan-pelan sambil menyentuh pundak Kanaya.
“ Dek, ada yang bisa saya bantu? Menunya ada di tiap meja, jadi adek tinggal … “ ucap cowok itu ingin membantu tapi kata-katanya terpotong oleh ucapan Kanaya.
“ Ouh … enggak mas. Mas tahu nggak koki disini namanya Yogi? “ tanya Kanaya ingin tahu benar kemana sebenarnya Yogi.
“ Yogi tho … Katanya sih dia udah pulang ke Surabaya mau ngelanjutin kuliahnya. Emang Adek siapanya? “ jawab cowok itu dengan logat jawanya penasaran dengan status Kanaya yang bertanya demikian tentang Yogi.
“ Ouh … Mas Yogi temen saya, Mas. “ jawab Kanaya singkat.
“ Udah ya Dek, saya mau ngelayanin pembeli dulu. “ pamit cowok itu sambil berjalan menuju meja pembeli yang melambaikan tangan untuk menyerahkan daftar makanan.
Kanaya bingung. Dimana Mas Yogi berada? Padahal ia ingin memberi tahu kepada Mas Yogi tentang nilai matematikanya yang sedang melejit. Tapi semuanya tidak terjadi. Tapi Kanaya yakin, kalau Yogi takkan pernah melupakan persahabatannya itu.
“ Nay, Mas Yogi itu siapa sih? “ tanya Denata penasaran dan bingung pada Kanaya karena begitu kecewa dengan ketidakadaan orang yang bernama Yogi itu.
“ Sahabat kedua gue. Dia baik banget, ramah pula. Dia udah gue anggep kakak gue sendiri, Den. “
“ Yang sabar ya Nay. Mendingan kita makan aja, oke? Gue udah laper berat nih. “
“ Oke oke kita kemeja yang deket jendela aja yuk! “ ajak Kanaya sambil menunjuk kearah meja yang bernomor 17.
Lapar dan kangen dirasakan Kanaya pada rasa Mie Ayam yang sudah lama ia tak menyantapnya. Kanaya kelihatan kebingungan dengan daftar makanan yang semakin bermacam-macam dan bervariasi. Kanaya terlihat kebingungan melihat daftar makanannya yang membuatnya tidak dapat memilih mie ayam yang seperti biasa ia makan.
“ Mie ayam bakwan, mie ayam kornet, mie ayam sapi bakar, mie ayam cina, mie ayam bakso kotak, mie ayam bakar, dan mie ayam RIYA? “ ucap Kanaya terbata-bata sambil memabaca daftar makanan yang tersedia diatas mejanya.
“ Kenapa emang? Katanya lo sering makan disini, Nay? “
“ Iya, Den. Tapi, busyet … banyak banget menunya. Gue terakhir makan disini 2 minggu lalu belum selengkap ini menunya. Busyet! Kayaknya Pak Darman baru dapet komisi besar-besaran nih! “ ungkap Kanaya yang banyak berbicara alias cerewet itu.
“ Ah … terserah kata loe deh.. hehhee “ ungkap Denata asal.
“ Mie ayam RIYA itu apa ya? Gue heran. Ah, udahlah. Ngurusin amet gue ama nama mie ayam! “
“ Lo jadinya mau mesen apa, Nay? Gue ngikutin lo aja deh. Yang penting enak. Kalo nggak enak minta gantinya. Hahahaa … “ canda Denata sambil tertawa menggemparkan kedai Mie Ayam itu.
“ Husshhhtt!! Banyak yang ngeliatin tau! Tenang aja! Gue ganti kalo nggak enak. Ya udah kalo gitu gue mesen Mie Ayam RIYA aja deh. Ehm… minumnya mau apa lo?
“ Gue the panas aja lah … “ jawab Denata asal.
“ Beuh … yang udah emak-emak tuh! Hehhee … “ ejek Kanaya sekenanya.
“ Serius gue mesen teh panas Nay. Biarin kayak emak-emak yang penting sehat. Lebih bagus minum the panas daripada es softdrink. “ ceramah Denata.
“ Ya udah deh, mak. Aku ikutan. “
“ Mas Mas. Saya mesen Mie Ayam RIYAnya 2 sama the panasnya 2 juga. Eemm… tapi ngomong-ngomong Mie Ayam RIYA itu apa ya, mas? “ pesan Kanaya pada pelayan kedai sambil menanyakan arti dari Mie Ayam RIYA itu.
“ Maaf ya, Dek. Saya juga kurang tahu sama namanya. Nama itu Pak Darman yang kasih. Yang jelas Mie Ayam RIYA itu mie ayam yang kikil goreng, abon sapi, dan daging cincang. “ jelas pelayan itu panjang kali lebar kali tinggi.
Sambil menunggu pesanan diantar Kanaya masih memikirkan arti nama itu. Tapi buat apa dipikir terlalu? Aneh-aneh saja Pak Darman memberi nama hanya untuk sebuah nama mie ayam. Mungkin itu yang sedang dipikirkan dalam benak Kanaya. Tapi, ya sudahlah. Toh sekarang yang Kanaya ingin tahu dimana keberadaan Yogi.
“ Apa sebenarnya yang terjadi pada Mas Yogi? Kenapa Mas Yogi nggak pamitan dulu sama aku? Bodoh banget sih aku, sampe-sampe aku nggak punya nomor ponselnya Mas Yogi! Andai aja Mas Yogi tahu kalau selama ini Mas Yogi selalu bikin aku ketawa karena lelucon konyol dan cerita-cerita lucu di sekolah aku. Sumpah mas, ingin nggak lucu sama sekali! Aku nggak pengen Mas Yogi jadi bayanganku. Come back, please!! I have missed your self. I want to know, where is you? Dimana arti persahabatan kita selama ini? “
Malam hari yang sangat menggelisahkan hati Kanaya, membuat Kanaya tidak bisa tidur pada jam biasanya. Hati dan pikirannya hanya dipenuhi dengan nama Yogi Yogi Yogi dan Yogi.
“ Kak Yogi, andai tahu aja kalau aku ini udah anggep kakak sebagai kakak aku sendiri, lebih tepatnya sahabat kedua Naya. Walau selama ini kakak anggep aku cuma temen biasa, seorang pelanggan “ Mie Ayam RIYA “ yang selalu tertawa karena ulah kakak. Tapi Naya nggak rela kalau Kak Yogi ninggalin aku tanpa sepengetahuan Naya. Kak Yogi jahat! Kak Yogi bukan sahabat Naya lagi! Mungkin kalau waktu berputar, aku nggak akan pernah mau jadi temen kakak kalau akhirnya akan jadi gini. Sia-sia aja kita berteman. Mustahil kan kalau aku nyusul kak Yogi ke Surabaya? “ kesal Kanaya
*****
KM membagikan selembar formulir EKSTRAKULIKULER. Ada ekskul basket, voli, futsal, bulutangkis, karate, taekwondo, dll.
“ Kalian kalau mau ikut ekskul contreng kotak yang ada tulisan setuju dan kalau kalian nggak mau ikut ekskul manapun kalian tinggal contreng kotak yang ada tulisan tidak setuju. Clear? “ jelas Ravi, KM 10 C yang tegas tapi toleran itu.
“ Nay, lo mau ikut yang mana? “ tanya Denata sambil mengisi formulir yang ia juga belum menentukan mau ikut ekskul yang mana.
“ Kayaknya voli deh. Swear, gue cinta banget voli dari SMP! Siapa tau gue bisa dijadiin tim utama. Hahaa … “
“ Gue basket aja deh. Gue juga udah bakat dari gue SD dulu. “
“ Oke oke. Semuanya ini udah dikumpulin semuanya ya. Deal pokoknya. “ tegas Ravi sambil menata kertas-kertas formulir di mejanya.
Bel pulang sekolah …
“ Wi, pulang sekolah traktir dong makan mie ayam bokap lo ! “ seru Eva dengan logat Bataknya yang khas.
“ Wih, itu mah tiap hari gue traktir lo semua. Bisa bangkrut nih gue “
“ Ayolah Dewi … “ rayu Evi adik kembar Eva ikut menimpali.
“ Ye ye my best friend! Tapi kita nonton Rian main voli dulu ya! Kan sekarang dia lagi ekskul voli.. “
Tiba-tiba … BRUKKK !!!
“ Awww!!! “ rintih Kanaya menahan sakit di bagian wajah karena terkena lemparan bola voli.
“ Upss!! “ kata cowok itu.
“ Aww!!! Sakit banget! “
“ Alah … segitu aja sakit. Jangan aleman deh! “
“ Maafin Rian ya, Dek! Dia lagi sensi hari ini. Maafin dia ya sekali lagi. “ ucap teman cowok itu dengan nada permintaan maaf.
“ Nggak papa kok, Kak . “ balas Kanaya yang masih duduk di tanah sambil memegang pipinya yang panas itu.
“ Sorry ya, Dek! Udah dong, bangun. “ perintah cowok itu dengan nada datar serta kecuekannya sambil mengulurkan tangannya.
“ Nggak usah, Kak. Makasih banyak. Saya masih bias bangun kok. Saya nggak perlu tangan kakak. “ jawab Kanaya dengan nada sedikit kesal dengan kelakuan kakak kelasnya itu.
“ Ya udah kalo gitu. Awas kamu, ngeganggu kakak kelas lagi ekskul aja. “ ucap cowok itu seraya dengan nada mengusir Kanaya yang masih merintih kesakitan.
Cowok itu bersikap tak acuh bermain bola dengan asyiknya, seperti tak ada kejadian kecil yang terjadi tadi. Dia bermain selincah mungkin dan sehebat mungkin. Sehingga banyak anak kelas 10 dan 11 yang terpesona melihat cowok itu.
“ Rian !!! “ sorak anggota Preslite dan anak-anak kelas 11 dengan heboh.
Teriakan anggota Preslite dan anak-anak kelas 11 membuat Kanaya tertarik. Lalu Kanaya menoleh ke belakang. Betul!! Cowok yang menyebalkan bagi Kanaya itu di kelilingi cewek-cewek yang meneriakinya “ Rian “.
“ What’s? Oh My God! Ya Allah! Ternyata dia yang diteriakin dari tadi itu si nyebelin! Ouh … namanya Rian ternyata! Ih !!! “ batin Kanaya sambil menoleh ke belakang dan memasang wajah tak suka.
Saat ia membalikkan badan tiba-tiba ada seseorang yang berbicara …
“ Hei, kamu adik kelasku yang berdiri disana! Aku minta maaf sama kamu! Please, maafin aku atas kelakuan aku tadi! “ seru Rian sambil meminta maaf pada Kanaya dengan ditonton oleh semua para penggemar beratnya.
“ Apa? Rian minta maaf? Nggak mungkin itu! “ tukas salah satu penggemar Rian yang tak terima dengan kelakuan Rian pada Kanaya.
“ Huh, bikin malu aja nih orang! “ batin Kanaya malu.
“ Nggak apa-apa kok, Kak! Nyantai aja kali. “ jawab Kanaya santai dan sok cool.
“ Oke oke. Berarti kita udah nggak ada masalah lagi, ya? Deal! “
“ Sip!! “ jawab Kanaya enteng lalu meninggalkan lapangan voli dengan wajah terheran.
Semua para fansnya Rian hanya melongo melihat idola mereka bersikap yang tak biasanya pada seorang adik kelas. Yang mereka tahu kalau Rian adalah kapten voli yang cuek serta memiliki kepribadian yang tertutup. Bahkan mereka sama sekali tak pernah mendengar tentang kisah asmara Rian. Ckckckck!!!
“ Ukh, nyebelin banget sih! Mentang-mentang aku adik kelas yang baru 2 bulan sekolah ini. Kayaknya aku dikerjain lagi deh sama kakak kelas yang namanya Rian itu! Malu-maluin banget sih kejadian ini. “ gerutu Kanaya.
Kanaya heran dengan sikap kakak kelasnya yang bernama Rian. Entah apa yang membuat Rian jadi melakukan hal yang jarang dilakukan oleh seorang laki-laki. Meminta maaf di depan banyak orang. Hal yang cukup mustahil. Tapi ini tidak bagi seorang Rian! Tadi bersikap tak acuh dan cuek tapi beberapa menit kemudian sikapnya jadi lemah lembut.
Malam baru jam 8. Belajar sudah selesai. Tinggal mengerjakan PR matematika. Kanaya ingin sekali menceritakan peristiwa tadi kepada Denata. Hatinya ingin sekali menceritakan tentang kakak kelasnya itu yang membuat dirinya dan semua anak cewek sekolahnya terheran.
To : Denata
Den, tadi gue abis ngalamin kejadian langka. Hehehe
Semenit kemudian datang pesan dari Denata.
From : Denata
Apa emangnya? Cerita dong.. penasaran gue.
Dengan lincah jempol Kanaya memencet tombol hapenya.
To : Denata
Besok aja ya gue ceritain, Den? Kayaknya kurang seru kalau lewat SMS.
Dua menit kemudian datang pesan dari Denata.
From : Denata
Oke oke, friend. Gue tunggu lo! Bye..
“ Ah, senangnya hari ini. Kenapa gue seneng kayak gini ya? Ih, jangan sampe gue seneng hanya karena sebuah permintaan maaf dari Rian. Ih, amit-amit deh! “ ungkap Kanaya senang berbicara sendiri.
Jam 10 malam, Kanaya baru selesai mengerjakan PR matematikanya yang agak sulit itu. Badan dan pikirannya lelah. Apalagi ditambah dengan kejadian di sekolah tadi. Kadang ia tersenyum dalam mengingat kejadian tadi. Dan ia pun terlelap dalam malam yang penuh baying-bayang.
DUA
“ Jam berapa ini? “ ucap Kanaya sambil melihat alarm hapenya.
Jam sudah menunjukkan pukul 6.30, itu berarti Kanaya sudah telat satu jam bangun. Tak biasanya ia bangun siang.
“ Waduh, bakal telat nggak ya? Kenapa Mama tadi nggak bangunin aku ya tadi? “
Kanaya dengan sigap mengambil handuknya lalu melingkarinya di leher. Baru 3 menit di kamar mandi, dia sudah keluar. Biasanya kalau urusan mandi paling tidak bisa mandi dalam 5 menit. Maksimal 15 menit sendiri ia habiskan dirinya untuk di kamar mandi.
“ Duh, duh, duh! Telat nggak ya, telat nggak ya? “ ucap Kanaya dengan nada khawatirnya yang berlebihan.
Setelah memakai seragam untuk hari Rabu, putih abu-abu ia lalu mengambil sepatu warriornya lalu mengenakannya dengan asal.
“ Ma, Naya berangkat dulu ya! “ ucap Kanaya seraya mengambil tas punggungnya yang sedikit berat.
“ Kamu udah sarapan belum, Nay? Kamu semalem tidur jam berapa emang? Kok Mama bangunin 3 kali nggak bangun-bangun? “
“ Udah kok, Ma. Ya udah deh, Ma. Nggak usah disesalin. Aku semalem tidur jam 10. Aku berangkat dulu ya, Ma. “ pamit Kanaya sambil mencium tangan Mamanya.
Sebentar-sebentar Kanaya melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 6.50. la lalu memutuskan untuk berlari ke depan gangnya yang berjarak 100 meter untuk mendapatkan kendaraan umum.
Kanaya melihat sekolahnya sudah sepi tidak ada siapa-siapa. Dia mengendap-endap untuk mengintip keberadaan Pak Bahri, satpam sekolahnya yang lumayan galak. Tak ada Pak Bahri yang biasanya duduk di pos satpamnya. Perlahan-lahan Kanaya menggeser rolling door gerbang. Dengan releks dan enjoy dia berjalan tanpa berdosa.
Tiba-tiba …
“ Heh! “ bentak seseorang dari belakang dengan nada sedikit keras.
Kanaya membalikkan tubuhnya. Dilihatnya seorang perempuan bertubuh gempal sedang berdiri tegak di depannya. Ternyata Bu Yuli guru BK berkacamata yang selalu menceramahi murid-murid SMA Haparan Bangsa kalau lagi terlamabat.
Tiba-tiba ada anak laki-laki kelas 11 berpostur tinggi, bertubuh ideal, dan berkulit bersih datang. Ia juga sepertinya akan bernasib sama dengan Kanaya.
“ Ini juga dateng telat. Nggak malu apa kamu Rian? Udah kapten voli masih terlambat juga. “ gerutu Bu Yuli sambil memandang wajah imut dan candanya pada Rian.
“ Ih, amit-amit banget sih nih guru. Inget umur napa? Dasar ganjen! “ batin Kanaya kesal karena melihat tingkah laku guru BKnya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar